GUC0BSM9TUAoTpYlGSW8TSW=

Bukan Kehilangan Arah, oleh Novia Yuliana

Bukan Kehilangan Arah, oleh Novia Yuliana

  

Bukan Kehilangan Arah

Oleh : Novia Yuliana

“Hey! Makanlah ini, sepertinya kamu sangat kelaparan.”

Kucing jantan berbulu hitam sedikit oranye itu memberikan ikan yang digigitnya kepada kucing betina yang berbulu abu-abu putih yang sedang kelaparan di pinggir jalan. Si abu mulai mendekati makanan itu dan memakannya perlahan-lahan.

“Kau tidak makan?” tanya si abu lemas.

“Tidak, aku sudah makan tadi. Makanlah, habiskan semuanya!”

Si abu memakan ikan pemberian si hitam dengan lahap, memakan semuanya sampai habis tak tersisa.

“Terima kasih, namamu siapa, hitam?”

“Oh! Aku tak punya nama, panggil saja aku Becky.”

“Baik, Becky. Aku Awan.”

“Bagaimana kamu bisa seperti ini, Awan? Aku sering kali melihatmu terbaring lemas tak berdaya saat aku melewati jalan ini.”

“Ceritanya sangat panjang sekali, Becky. Aku dulu bukan kucing jalanan seperti ini, bahkan aku tidak tahu caranya mencari makanan. Kalau tidak karena orang baik yang lewat dan memberikan aku makan, mungkin sekarang aku sudah mati.”

“Oh! Pantas saja. Mau ikut denganku tidak? Aku selama ini hanya sendirian tak punya teman. Kita akan mencari makanan bersama, aku akan mengajarkanmu.”

Awan mengangguk dengan lemas dan memejamkan mata sejenak.

“Hey! Jangan tidur, ayo ikut aku ke arah sana.”

Awan membuka mata lalu mengikuti langkah kaki Becky yang cepat.

“Pelan-pelan, aku masih sangat lemas.”

“Oh, maaf!”

Si hitam memperlambat langkahnya dan menyamakan dengan langkah si abu.

“Ini sangat membosankan, Awan. Kau sangat lambat sekali.”

“Pergilah sendiri.” Si abu meliriknya dengan kesal dan berhenti.

“Awan, aku hanya bercanda, ayo sedikit lagi kita sampai.”

Awan berdiri dan melanjutkan berjalan dengan lemas.

Becky mengikutinya berjalan, sesekali berlari bahkan melompat untuk melewati jalan yang penuh dengan genangan air.

“Becky, apa kita masih lama?” Awan bertanya, perutnya sudah berbunyi dari tadi.

“Becky, aku masih lapar.”

Becky pun berhenti di depan genangan air.

“Minumlah dulu, isi energi setelah ini kita lanjutkan lagi perjalanan. Sebentar lagi kita sampai.”

Kemudian Awan minum di air genangan tersebut. Setelah minum, Awan melihat pantulan dirinya di air, kusam, kotor, dan sangat kurus. Sangat berbeda dengan dirinya yang dulu saat bersama pemiliknya. Dia dulu gemuk, gemas, lucu dan sangat bersih.

Tiba-tiba Awan meneteskan air mata ke genangan air. Si hitam sedang minum di sebelahnya menyadari itu lalu bertanya.

“Kenapa kau menangis, Awan?”

“Aku merindukan pemilikku dulu.”

“Apakah kamu kehilangan arah untuk pulang ke rumah pemilikmu dulu? Biar aku antarkan? Aku tahu semua arah jalan ini.”

Isak tangis Awan semakin kencang. Pulang ke rumah pemiliknya yang dulu itu sangatlah tidak mungkin karena dia diusir dan dibuang. Awan hanya menggeleng dan menolak tawaran itu.

“Becky, apakah kita masih lama?”

“Sebentar lagi.”

Mereka tetap berjalan sampai dimana mereka berada di tengah kerumunan orang. Awan menutup mata dan menajamkan pendengarannya, ia mendengar ada suara burung berkicau dan juga ada suara burung bernyanyi sembari terbang bersamaan di langit yang biru, bunyi suara klakson kendaraan yang berisik bercampur dengan suara orang yang sedang mengobrol, berteriak bahkan ada yang sedang bertengkar.

“Ayo dibeli, ada macam-macam ikan di sini! Sekilo, dua kilo, seratus kilo pun boleh! Ayo dibeli. Ikan lele, ikan keramba, ikan tenggiri, ikan tuna, ikan salmon! Semuanya ada! Ayo dibeli!”

“Ibu aku mau ikan itu.”

“Itu tidak bisa dimasak.”

“Tapi aku ingin memeliharanya.”

“Tidak boleh, ayo pulang!”

Seperti itulah orang-orang di tempat itu.

“Ini tempat apa, Becky?”

“Ini tempat di mana kita bisa mendapatkan makanan, biasanya orang menyebutnya pasar.”

Becky melihat ke arah pasar lalu ia menajamkan indra penciumannya, sangat bermacam-macam aroma ikan di tempat itu. Ini baru pertama kalinya. Aroma dan suara-suara berisik dan sangat mengganggu itu sangat asing. Tetapi, ia sangat senang dan menyukai tempat itu.

“Awan dengarkan aku, setelah ini ikut aku pergi ke tempat bapak penjual ikan di seberang jalan sana. Aku akan alihkan perhatian bapak itu kemudian kamu ambil satu dan aku ambil satu. Kau kuat berlari?”

Awan mengangguk dan mengiyakan.

“Setelah mengambil ikan kamu harus berlari kencang sekencang mungkin ikuti aku, kalau tidak kau akan tertangkap oleh bapak itu penjual ikan itu.”

Awan mengangguk dan mendengarkan penjelasan dari Becky tersebut.

“Baik, let’s go!”

Awan mengikuti Becky mendekat ke penjual ikan itu. Saat mereka sudah dekat, Becky mulai beraksi dengan dia mulai mengeong dan menunjukkan kegemasannya. Berpura-pura seperti meminta ikan kepada penjual itu.

“Oh, kau lagi? Aku sudah memberimu ikan tadi, kau mau lagi?”

Pedagang itu bertanya dan Becky menjawabnya dengan mengeong lagi. Seakan dia paham apa yang dikatakan oleh Becky.

“Tadi saya kan sudah memberimu, jadi datanglah besok pagi karena satu hari cuman boleh satu ekor ikan, Jika kau terus meminta bisa bangkrut aku nanti. Kau sekarang malah membawa temanmu? Oh! Benar-benar akan bangkrut.”

Setelah mengeong cukup lama, ada seorang yang datang pada penjual tersebut.

“Ikan lele berapa satu kilo pak?”

“Yang besar atau yang kecil-kecil?”

“Yang besar-besar berapa satu kilo pak?”

“Ikan lele yang besar-besar 35 ribu aja buk!”

“Oh, okeylah saya beli 2 kilo aja ya pak!”

Merasa mendapatkan kesempatan Becky langsung memberi isyarat kepada si abu untuk mengambil ikan tersebut. Pelan tapi pasti, pedagang itu masih berbincang dengan pembelinya. Mereka masing-masing mengambil satu dengan mulutnya, digigitnya ikan itu dan langsung kabur, berlari sekencang mungkin untuk meninggalkan tempat itu.

Si bapak menyadari itu dan langsung berteriak.

“Hey! Dasar kucing nakal, bisa-bisanya dia mencuri ikanku! Dasar kucing tak tahu diri dan terima kasih!”

Si penjual mengomel dan berteriak sampai semua mata tertuju kepadanya sambil bingung dan penasaran apa yang terjadi.

Becky dan Awan tetap terus berlari, berbelok ke kanan-kiri menghindari kaki manusia. Mereka terus berlari dengan kecepatan tinggi sehingga semakin jauh dari pasar. Setelah itu mereka berhenti di bawah jembatan.

“Oh! Becky itu tadi sangat menegangkan!”

“Seru, bukan?”

“Seru sekali! Tapi, aku terpikir perkataan bapak pedagang ikan tadi, jadi kau meminta ikan penjual itu untukku?”

“Iya sebenarnya itu ikan jatah untukku. Penjual ikan itu selalu memberikan ikan setiap hari, satu hari satu ekor ikan untukku. Sekarang, karena aku sudah mencuri, dia tidak akan memberikan ikannya lagi padaku.”

“Oh!, kau berbohong jika kau sudah makan? Padahal itu adalah jatahmu, tetapi malah kau berikan padaku, kita bisa berbagi!”

“Tidak, Awan. Sudahlah tidak usah dipikirkan, toh sekarang kita sudah dapat ikan lagi, malahan lebih besar. Sekarang ayo kita makan. Habiskan! Jangan sia-siakan usaha kita untuk mendapatkan ikan ini.”

Awan sangat tidak terima akan kebohongan itu sekaligus terharu karena Becky memberikan ikannya kepada Awan.

Setelah pertemuan mereka di hari itu, mereka selalu bersama kemanapun mereka pergi. Mereka menjelajahi kota yang belum mereka datangi, mereka pernah memasuki mal, swalayan, kantor kerja bahkan mereka pernah memasuki museum.

Mereka juga sering menaiki bus-bus antar kota, mereka bersembunyi di bawah kursi penumpang. Terkadang mereka ketahuan dan diusir paksa keluar dari bus.

Itu sangat menyenangkan! Yang sedihnya lagi, Awan terkadang disiksa oleh manusia dan Awan tidak bisa melawan. Becky-lah yang akan melawan manusia itu dengan mencakar dan menggigit mereka. Awan aman bersama Becky, Awan terselamatkan karena ada Becky. Becky adalah teman sekaligus sahabat terbaik bagi Awan.

Mereka mencari makan bersama, mendatangi rumah-rumah penduduk mengeong meminta makan, terkadang mereka juga mencuri jika tidak ada sama sekali yang memberi makanan.

“Hey! Dasar kucing nakal, kalian telah mencuri makanku.”

Pemilik rumah itu berteriak sambil mengejar dua kucing yang telah mengambil makanan di atas meja makannya.

“Awan lariiiii,,,,,,” Becky berteriak kepada Awan sambil berlari dengan kencang juga.

“Awas! Becky, ada tiang di depanmu.”

Bruk, seketika Becky menabrak tiang dan langsung pingsan. Awan dengan cepat membantu temannya itu dengan sekuat tenaga, sambil tertatih-tatih menyeret Becky karena dia tidak kuat mengangkatnya.

Mereka bersembunyi di bawah meja di sebuah ruangan yang penuh dengan tumpukan barang-barang tidak berguna. Suasana yang menegangkan dan ruangan tanpa cahaya lampu itu semakin mencekam dirasakan oleh Awan. Awan semakin panik karena Becky belum juga sadar dari pingsannya.

“Becky, bangunlah!” suara Awan yang dari tadi memanggil sahabatnya sambil menangis terisak. “Becky! Kalau bukan kau, aku tidak bisa bertahan hidup selama ini. Kau bilang kita akan selalu bersama!.”

Lalu tiba-tiba ada suara langkah kaki yang semakin lama semakin dekat. Mereka berdua tertangkap oleh si pemilik rumah. Mereka dilempar keluar sambil mengomel dan wajahnya sangat kesal.

“Dasar kucing nakal! Bisa-bisanya makananku dicuri. Jangan datang lagi kalian ke sini kalau tidak mau mati.”

Tiba-tiba datang seorang perempuan yang mengenakan jilbab berwarna pink muda, bermata coklat, dan menggunakan sepatu warna hitam, Suaranya tidak asing dan sangat familiar bagi Awan.

“Ada apa buk?” sambil berjalan menuju kami berdua.

“Nih, ada kucing jalanan yang mencuri makanan aku di dapur.”

“Boleh saya bawa kucingnya buk?”

“Bawa saja kucing yang tidak berguna itu, jangan biarkan dia ke rumahku lagi.”

Becky yang sudah sadar dari pingsannya langsung menoleh kepada Awan. Becky dan Awan saling menatap satu sama lain. “Oh! Betapa baiknya orang ini.” Mereka berpikir apakah orang ini akan menjaga mereka? Apakah dia sama saja dengan orang-orang lain yang menyiksa, dan mengusir mereka? Tapi, wajah orang itu terlihat baik. Oke, tidak boleh melihat dari covernya saja.

“Apakah kalian tahu? Aku sangat suka dengan kucing, tetapi mantan suamiku tidak menyukainya. Katanya kucing itu nakal dan suka membuat masalah. Karena itu aku tidak bisa memelihara kucing sejak bersamanya. Bahkan kucing abu-abu putihku yang lucu juga diam-diam dibuangnya.”

“Setelah tahu dia membuang kucing kesayanganku, aku langsung bercerai dengannya. Oh, kau sangat mirip dengan kucing abu-abu putihku dulu.”

“Apakah kau juga berpikir apa yang aku pikirkan, Becky?” Awan tetap melihat ke arah perempuan yang mengenakan jilbab pink muda itu yang sedang sibuk mengemudi mobilnya dengan tatapan yang tidak dapat diartikan.

“Kau merasa dia pemilikmu dulu?”

“Aku tak yakin, pemilikku dulu memang seorang perempuan. Aku dirawat dari kecil olehnya, ia sangat menyayangiku. Sampai di mana ia menikah dengan seorang laki-laki.”

“Saat pemilikku tidak ada di rumah aku diusir dan dibuang di jalanan yang sangat jauh.”

“Jadi kau dibuang oleh suaminya?”

“Iya”

“Itu sangat jahat sekali”

Lalu Awan mendekati perempuan itu. Mengendus kaki perempuan itu, aroma perempuan itu sangat familiar di hidungnya. Ia sangat mengenalnya. Ia yakin itu pemiliknya dulu.

Lalu ia mengeong, memberi tahu kalau dia Awan. Kucing abu-abu kesayangannya.

“Kenapa? Sebentar aku sedang menyetir mobil.”

“Awan, sudahlah, hentikan. Dia tidak akan mengerti kata-katamu.”

“Tapi dia harus tahu kalau aku Awan.”

“Sabar, kalau dia memang masih mengingatmu dia akan menyadari kalau kamu itu Awan, kucing yang telah dibuang itu.”

“Kita sudah sampai,” sambil turun dari mobilnya dan menggendong kedua kucing itu masuk ke dalam rumahnya. “Awan, aku sudah sangat merindukanmu. Ayo kita masuk ke dalam rumah.”

Awan terkejut, perempuan berjilbab pink muda itu mengenalinya.

“Bagaimana kabarmu, Awan? Kau sekarang sudah tumbuh besar dan gemuk sekali bahkan mempunyai teman, apakah kalian selalu bersama?” Awan menjawab pertanyaan perempuan itu dengan mengeong sekali.

“Oke! Aku akan mengadopsi temanmu juga. Jangan khawatir, tidak akan ada yang membuangmu lagi. Aku sudah bercerai, dia memang tidak baik, bukan sekadar benci dan tidak suka kucing, dia juga kasar dan melakukan KDRT padaku.” Becky kesal mendengar hal itu. Kalau saja laki-laki itu ada di depannya sekarang, dia berjanji akan mencabik-cabik mukanya.

Itulah perjalanan Becky dan Awan. Sekarang ia sangat bahagia karena setelah sekian lama ada yang mengadopsi dirinya. Ia tak perlu capek-capek mencari makan ke sana-kemari. Tak perlu bergelut dengan kucing lain. Tak perlu berkeliling mencari tempat yang aman hanya untuk tidur.

Becky menyadari bahwa bertemu dan menolong Awan saat kelaparan adalah sebuah keberuntungan. Dia mendapat balasan karena telah menolong Awan dan itu lebih dari sekadar satu ekor ikan.

Awan juga tak kalah senang bertemu dengan pemiliknya. Ia ternyata sangat manja sekali dengan pemiliknya, sampai-sampai Becky cemburu, tapi tak apa, Becky senang melihatnya.

THE END

0 Komentar